Oleh Ediwar
Sekilas Kesenian Bernuansa Islam Masa Lampau
Kesenian bernuansa Islam tumbuh dan berkembang pada awalnya di lingkungan surau. Pada zaman keberjayaan surau, kesenian bernuasa Islam tersebut lebih mengutamakan ke arah penyempurnaan pola hidup di dunia dan menuju akhirat. Seni bernafaskan Islam pada masa-masa itu lebih mengutamakan memperhalus rasa dan pikiran, karena itu setiap kegiatan syarak disegarkan oleh kegiatan kesenian bernafaskan Islam.
Kesenian bernuansa Islam lebih mengutamakan hubungan antara sesama manusia dengan Maha Pencipta (Allah) menuju keakhirat, sehingga segala daya upaya manusia di dalam mencipta “keindahan’ selalu berlandasakan kepada moral Islam, yaitu nilai-nilai baik dan buruk menurut etika dan estetika Islam. Oleh itu, peranan guru-guru surau dan muridnya dalam menyajikan syair-syair bersifat islami bukanlah sebagai satu keperluan hiburan saja, lebih dari itu mengajak umat kepada kebaikan, dan menghindarkan diri dari kemudharatan.
Pendekatan budaya (kesenian) demikian merupakan cikal bakal yang mendorong tumbuhnya kesenian bernuansa Islam Minangkabau. Bermacam jenis kesenian tersebut ada yang diiringi dengan alat musik, dan ada pula hanya nyanyian saja. Kesenian bernuansa Islam yang tidak menggunakan alat pengiring seperti Barzanji. Sedangkan yang menggunakan alat music seperti Dikia Rabano, Salawat Dulang dan Indang.
Dinamika Kesenian Bernuansa Islam Minangkabau
Sebagaimana telah disinggung pada bahagian terdahulu, kesenian bernuansa Islam Minangkabau yang ada dewasa ini merupakan perkembangan dari warisan budaya masa lampau (budaya surau) yang diwariskan dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Berbagai perubahan sudah barangtentu akan terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa kesenian tradisional bernuansa Islam Minangkabau mengalami dinamika yang hebat, melalui masa-masa dan budaya yang dilaluinya.
Semenjak pasca kemerdekaan Indonesia, berbagai sendi-sendi kehidupan sosial budaya masyarakat Minangkabau mengalami perkembangan menuju suatu kehidupan yang lebih maju, terutama terjadinya transformasi pendidikan tradisional menuju pendidikan moderen, seperti berdirinya sekolah-sekolah moderen pengaruh Barat. Kehadiran sistem pendidikan moderen itu ikut mempengaruhi sistem pendidikan Islam tradisional yang ada di surau-surau, termasuk mempengaruhi keberadaan kesenian bernuansa Islam.
Mengingat kesenian bernuansa Islam di surau-surau lama kelamaan semakin tidak efektif sebagai media pendidikan agama Islam, maka pencinta kesenian ini mengambil inisiatif untuk mengembangkannya menjadi seni pertunjukan yang tidak hanya untuk golongan surau saja, akan tetapi menciptakan suasana baru dengan mengadopsi dendang-dendang Minang menjadi bahagian dari struktur lagu kesenian Islam Minangkabau. Mereka menkreasikan dendang-dendang dengan memasukkan nilai-nilai keagamaan, sehingga melahirkan suatu nuansa musikal yang bersifat islami lokal.
Munculnya inisiatif pembaharuan kesenian bernuansa Islam Minangkabau itu, akhirnya terjadi dua golongan pendukung kesenian bernuana Islam Minangkabau, yaitu yang berusaha mempertahankan keaslian dan yang melakukan pembaharuan. Golongan yang mempertahankan keaslian tetap hidup dan berkembang di lingkungan surau saja dengan misi utama sebagai dakwah islamiah. Manakala golongan yang melakukan pembaharuan cenderung melakukan pengembangan nilai-nilai, yaitu dengan memasukkan nilai kultural lokal yang berpadu dengan nilai religius.
Pembaharuan kesenian bernuansa Islam yang semula dipertunjukan untuk kegiatan keagamaan disurau-surau berubah menjadi kesenian rakyat, dan secara perlahan kebudayaan lingkungan ikut me “warnai” keberadaan seni pertunjukan bernuansa Islam Minangkabau. Syair yang dibaca pun tidak hanya menyampaikan masalah keagamaan saja, tetapi juga masalah sosial budaya lingkungannya, sehingga munculah istilah kesenian rakyat untuk membedakan dengan kesenian surau, karena pertunjukannya tidak hanya untuk komunitas golongan yang dianggap orang surau saja, melainkan juga untuk kepentingan orang kebanyakan. Kesenian ini telah menjadi bahagian tak terpisahkan dari perkembangan peradaban masyarakat Minangkabau, terutama dalam hubungannya dengan adat istiadat. Selain sifatnya yang menghibur, kesenian bernuansa Islam dalam konteks budaya rakyat ini juga menjadi sarana penyampaian pesan moral dalam lingkup adat istiadat Minangkabau yang disebut sebagai bunga adat atau pamanih adat (pemanis).
Sebagai akibat dari proses perubahan ini adalah terjadinya pengembangan bentuk dan isinya (persoalan-persoalan yang dipersembahkan), yang kadang-kadang berbeda sama sekali dengan bentuk dan isi pada mula pertumbuhannya. Perubahan itu dapat saja berupa penambahan unsur-unsur baru dan pelepasan unsur-unsur lama, sama ada melalui penemuan maupun peminjaman secara selektif. Permasalahan-permasalahan yang disampaikan juga berkembang dengan menyampaikan peristiwa-peristiwa yang aktual di tengah-tengah masyarakat waktu itu. Berikut dapat dilihat sekilas dinamika seni bernuansa Islam Minangkabau, yaitu Barzanji, Dikia rabano, Salawat dulang dan Indang pariaman.
- Kesenian Barzanji
Barzanji, sebuah tradisi pembacaan kitab sastra Arab Majmu’atul Mawaalib menceritakan latar belakang, kisah kelahiran, dan kemuliaan sifat Nabi Muhammad S.A.W. Pembacaan kisah itu disampaikan secara bernyanyi dalam suasana ritual Islami. Penganut tarekat Syattariyah tidak hanya menganggap Barzanjisebagai sebuah seni vokal Islami, tetapi juga memandangnya sebagai sebuah ibadah yang berpahala mengamalkannya. Oleh karena nyanyian tersebut berfungsi sebagai media beribadah, maka nyanyianBarzanji dapat dikategorikan sebagai sebuah nyanyian religius, sebab di dalam prakteknya tersimpul spiritualitas Islami.
Ritual Barzanji terbentuk melalui struktur penyajian yang ketat, baik dalam bentuk urutan pelaksanaan, maupun struktur nyanyian yang disajikan. Spiritualitas tidak mungkin terwujud dalam diri masing-masing pendukungnya tanpa berada dalam struktur penyajian Barzanji.
Nyanyian koor Barzanji yang serempak oleh setiap kelompok penyaji, melahirkan karakter vokal yang bertenaga yang menstimulan untuk terbangunnya emosi-emosi religius. Pengulangan motif-motif melodi pendek secara ajek dengan teks syair yang berbeda-beda (strophic), berdampak terhadap keasyikkan dan kekhusyukan penyajinya hingga kesadaran dirinya bisa memasuki wilayah spiritual dari masing-masing nyanyian tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian, didapati dua kategori penyaji Barzanji tarekat ini, yaitu kategori umum, dan kategori khusus. Penyaji Barzanji kategori umum terdiri dari anak laki-laki yang masih mengaji (belajar membaca AlQur-an) di surau, para pemuda, lelaki dewasa, dan Urang Siak. Manakala penyaji Barzanjikategori khusus hanya diperankan oleh Urang Siak (senior, dan junior), karena mereka telah memiliki taraf ketrampilan berBarzanji yang terbaik. Penyaji Barzanji kategori khusus ini bisa dikatakan sebagai Seniman Religius Barzanji. Kategori penyaji mana yang diingini oleh pihak keluarga yang berhajat --termasuk jumlah peserta Barzanji-- sepenuhnya menjadi wewenang keluarga yang melaksanakan hajatan.
Setiap konteks penyajian Barzanji kategori umum minimal dipimpin satu Urang Siak. Seandainya ritual ini dihadiri oleh beberapa Urang Siak, mereka bermusyawarah untuk menentukan salah seorang yang dipercayakan untuk memimpin ritual Barzanji. Bertambah banyak jumlah Urang Siak, pelaksanaan ritualBarzanji diyakini lebih afdhal, karena nilai spiritual dari ritual Barzanji itu terasa lebih tinggi. Hal yang menarik dalam konteks penyajian Barzanji ialah apabila dalam suatu penyajiannya terdapat penyaji yang berasal dari surau atau daerah yang berbeda. Dalam suasana seperti ini, penyaji dari daerah lain akan langsung berposisi sebagai kelompok penyaji pertama, dan kelompok penyaji kedua berasal dari lokasi penyajian Barzanji.
Nyanyian Barzanji, sejenis musik vokal Islami tanpa menggunakan instrumen musik. Materi utama musik vokal ini terletak pada melodi dan teks puisi tentang Nabi Muhammad S.A.W yang tercantum dalam kitabBarzanji. Melodi dan teks puisi Barzanji terintegrasi dalam suatu emosi religius untuk mencapai tataran spiritualitas tertentu sesuai dengan pendakian spiritual yang dijalani masing-masing pelaku ritualBarzanji
Contoh Teks Berzanji:
Alfa shalluu ‘alannabi khaatamir rusulil kiraam
Seribu kali salawatlah kamu atas Nabi kesudahan Rasul-rasul yang mulia
- A’hmadu haadiyul ladzii almaujuudi ‘alal anaam (Yaitu A’hmad orang yang menunjuki, orang yang berada di atas manusia-manusia yang baik.)
- ‘Hashalal qashdu walmurad washafal waqtu walwidaad (Hasil sengaja dan yang dimaksud yang telah bersih waktu dan kecintaan.)
- Wabiruk yaa Muh’ammadin farih’at anfusul-i’baad (Dan dengan melihat Muhammad bergembira segala hamba.)
- ‘An-gharaamii walaw-’atii laayuh’arrik fil-malaam (Kecintaan ku yang melampaui batas, jangan engkau bergerak pada celaan.)
- Dzaakadiinii wamillatii dzaakalii ghaayatul-maraam (Demikian agamaku dan agama ku, demikian bagikukesudahan sengaja.)
- Mih’natii fiihi ladz-dzatii salwatii lilhawaa h’araam (Ujian ku padanya karena ku, rinduku bagi hawa nafsu hewan.)
Sumber: Hajizar, Tesis S2 ISI Surakarta, 2008
Dikia Rabano
Dikia rabano berasal daripada dua patah perkataan iaitu Dikia yang berasal dari kata zikir dan rabanoberasal daripada kata rebana Penggabungan antara kedua istilah itu menjadi sebutan untuk jenis muzik Islami Minangkabau iaitu Dikia rabano.
Teks utama pertunjukan Dikia rabano dalam budaya surau adalah Kitab Barzanji dalam bahasa Arab. Kitab ini sangat popular di kalangan kaum Muslimin yaitu kitab Majmu’atu Mawalid wa-Ad’iyyah yang merupakan kelompok dari beberapa tulisan seperti: Qoshidah Burdah, Maulid Syarafil Anam, Maulid Barzanji, Aqidatul Awwam, Rotib al-Haddad, Maulid Diba’i dan lainnya. Keseluruhnya merunutkan kisah Nabi Muhammad s.a.w, mulai saat-saat menjelang Nabi dilahirkan hingga masa-masa tatkala beliau mendapat tugas kenabian.
Dalam perkembangannya, kesenian Dikia Rabano sudah menggunakan bahasa lokal (Minangkabau) sebagai upaya memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang persoalan yang disampaikan, seperti di bawah ini:
Allah…Allah antaro makah lah jo Madinah..
Allah… samalam lai lai dalam lauik
2 kali
Allah…manangih anak lai Siti Patimah
Allah mandangan suaro lai nabi daud
Teks lagu Dikia rabano yang bertemakan adat, yaitu merupakan kata-kata yang berisikan masalah-masalah adat Minangkabau.
Contoh :
MINANG INDONESIA
Cupak panuah gantang balanjuang Cupak penuh gantang berlanjung
Cupak nan urang tigo luhak Cupak anak orang tiga luhak
Jatuah ka alam Minangkabau Jatuh ke alam Minangkabau
Salam jo sambah kami anjuang Salam dengan sembah kami anjung
Rila jo maaf kami mintak Rila dengan maaf kami mintak
Kapado dunsanak jo sudaro Kepada dunsanak dengan saudara
Siapakan baku bapuntuang suluah Siapkan bekal sebatang suluh
Umbuak umbai aka cilako Dihasut akal celaka
Cadiak pandai kok takicuah Kaum cerdik pandai jika terkicuh
Rusak adiak runtuah pusako Rusak adat rumah pusaka
SALAWAT DULANG
Kesenian salawat dulang dewasa ini mengalami perkembangan pesat. Pertunjukannya selalu bertanding antara dua kelompok memperagakan kemahiran berpantun secara bergantian tentang persoalan-persoalan keagamaan, adat, dan sosial budaya lainnya.
Pertunjukan Salawat dulang selalu menampilakan dua kelompok yang bertanding dalam uji kemampuan bertanya dan menjawab persoalan-persoalan keagamaan, dan adat istiadat. Masing-masing grup terdiri dari dua orang yang biasa disebut Induak dan Anak (induk dan anak). Setiap grup mendapat giliran tiga hingga empat kali penampilan untuk satu malam pertunjukan. Satu kali atau satu siklus penampilan oleh satu grup disebut Salawat dulang.
Dalam pertunjukannya, Induak dan Anak bermain dalam posisi duduk bersila secara berdampingan menghadap ke penonton. Induak duduk di sebelah kanan dari posisi duduk Anak. Selama penyajian berlangsung Tukang Salawat dulang selalu memejamkan mata agar tingkat kekhusyukannya dapat tercapai dengan baik, atau supaya jangan terganggu konsentrasinya oleh penonton, karena mereka harus menggarap materi teks yang bertema dakwah dan hiburan secara spontan untuk setengah jam pertunjukan.
Setiap kelompok mendapat giliran tiga hingga empat kali penampilan untuk satu malam pertunjukan. Walaupun nilai-nilai religius masih cukup kuat dalam pertunjukan salawat dulang, seperti terlihat pada lagu-lagu khutbah, himbauan khutbah, lagu batang, dan ya molai. Namun, sudah banyak pula mamasukan unsur musikalitas dendang Minangkabau, yaitu kemunculan dendang cancang. Pada lagucancang ini, kreatifitas seniman salawat dulang dituntun untuk terampil meniciptakan pantun-pantun dan syair-syair dalam bertanya dan menjawab soalan-soalan keagamaan dan persitiwa aktual yang dipermaalahkan oleh kedua kelompok.
Materi pertunjukan, baik segi melodi, maupun teks syair yang dibawakan juga berkembang dengan lebih berfariasi guna menjawab kecenderungan selera masyarakat penikmatnya terhadap lagu-lagu yang sedang populer. Walaupun perkembangan materi musikal Salawat dulang sekarang ini telah terpengaruh oleh lagu-lagu modern (lagu pop, dangdut, rock dan sebagainya), namun kehadirannya bertambah penting sebagai media yang berfungsi sosial terhadap kehidupan masyarakat Minangakabau di era modern, yaitu pada saat perkembagan kesenian Barat. Kondisi seperti ini membuat kesenianSalawat dulang menjadi lebih komunikatif dalam kalangan tua, muda dan anak-anak. Akhirnya kesenianSalawat dulang memiliki potensi sebagai media dakwah, media hiburan dan media penyampaian pelbagai peristiwa kehidupan yang aktual.
Struktur Lagu Salawat Dulang
Lagu Salawat dulang terdiri daripada lima bahagian, iaitu (1) lagu imbauan; (2) lagu khotbah, (3) lagu batang, (4) lagu ya Molai, (5) lagu cancang. Masing-masing lagu tersebut memiliki ciri-ciri tertentu dalam penyampaian topik.
1. Lagu Imbauan
Imbauan dalam konteks struktur lagu Salawat dulang memiliki dua makna simbolis: pertama, penyerahan diri pada Yang Maha Kuasa untuk memulai aktivitas; dan kedua, sebagai sebuah pemberitahuan, bahwaSalawat dulang siap untuk dimulai sekaligus ajakan kepada para penonton untuk menyaksikan sajianSalawat dulang. Hal ini disebabkan imbauan merupakan pemula dari satu siklus pertunjukan Salawat dulang. Syair lagu imbauan seperti berikut:
Oii aaaiii yooo
Oii yoo umat Nabi yoo
Oii aaaii
Oii Allah Allah yo Allah
Oii yo Junjuangan yo Junjuangan
2. Lagu Khotbah
Khotbah dalam konteks Salawat dulang analogi dengan khotbah dalam konteks shalat jum’at. Kata ‘khotbah’ dalam struktur pertunjukan Salawat dulang adalah indeks kerana bersandar pada acuan yang dipahami secara universal, iaitu dakwah agama. Makna khotbah sebagai indeks dalam konteks Salawat dulang ialah sajian tema dakwah Islamiah yang meliputi kata-kata pujian terhadap sang pencipta, dan ajakan kepada penonton agar dapat berbuat sesuai dengan ajaran Islam.
Kata-kata permulaan dalam permainan Salawat dulang berisikan nasehat dan permintaan maaf. Ini merupakan suatu pengakuan, bahwa manusia itu selalu dalam keterbatasan dan tidak luput dari kesalahan. Juga manakala dalam penampilannya dijumpai kelemahan-kelemahan diminta mohon dimaafkan.
Setiap awal syair khutbah selalu didahuli dengan kata-kata “Assalamualaikum atau wahai sudaro dan wahai sahabat (wahai saudara/wahai sahabat). Diakhiri khutbah selalu pula pada kata-kata “Yobegitulah umpamo atau yobagitulah misal (ya begitulah umpama). Brikut contoh syair khotbah:
MINANG
INDONESIA
Assalamualaikum, alaikum nan kami pulangkan
..............................................................
Sabuah lagi kapado sidang
Mano sagala alek nan datang
Nan dari jauahlah tibo, nan dari dakek lah datang
Lah badayun-dayun katempek sakarang
Untuak menyaksikan salawaik dulang
Salawaik kami umpamokan urang
Bak ibaraik balai kota padang panjang
Balainya rami pagi jo patang
Bak ibaraik bendi jo kareta loyang
Nyampang kok ada urang manompang
Kalau kapai walau kapulang
Nan babendi rancak nan bakudo gadang
Kusiahnyo nan mudo larinyo nan kancang
Tapi dikami dek untuang malang
Bendinyo buruak kudo patah pinggang
Lari manukue dek panyakik jumalang
Yobagitulah umpamo …
yoooo….aaa….eieiei
Assalamualaikum, alaikum yang kami pulangkan
........................
ada satu lagi ke pada sidang
Wahai segala tamu yang datang
Yang dari jauh sudah tiba dari dekat sudah datang
Sudah beramai-ramai setempat sekarang
Untuk menyaksikan Salawat dulang
Salawat kami diumpamakan orang
Seperti balai kota padang panjang
Kotanya ramai pagi dan petang
Seperti bendi kereta loyang
Kalau ada orang mau menompang
Walau akan pergi atau akan pulang
Bendinya yang bagus kudanya yang besar
Larinya agar cepat kusirnya yang bujang
Tapi bagi kami sudah nasib malang
Bendinya jelek kudanya patah pinggang
Larinya lambat karena penyakit jumbalang
Ya begitulah umpama………….
3. Lagu Batang
Pada Lagu Batang ini peralatan dulang mulai ditabuh. Kedua pemain membentuk motif pukulan yang sama. Posisi tangan dan dulang pada struktur Lagu Batang ini masih tetap sebagaimana pertunjukan struktur Lagu Khotbah. Contoh syair pada Lagu Batang sebagai berikut:
- i : sungguh baitu ei …. Yo …. Aaaa ….ei
- a : ei ……yo ……aaaa….. eiei…..
- i : Aaaa…. Oooo …. Eieieieiei ……o.o.o.
- a : Aaaa…. Oooo …. Eieieieiei ……o.o.o.
- i : Yodicu …. Bo … agak sejamaang ei ….. aaaa …. Oooo ….
- a : Yodicu …. Bo … agak sejamang ei ….. aaaa …. Oooo ….
- i : Aaaa …. eiei ….. oooo …… o.o.o.o
- a : Aaaa …. eiei ….. oooo …… o.o.o.o
- O Al lah ai i Allah Aallaha ilallah ai nan dek i o Rabbi
- i yo Mu ham mad i(ni)tu o wahai lai urang di Makah
Kalimat Allah lailaaha illallah ya Rabbi adalah pengakuan wujudnya Allah S.W.T. Kata Muhammad itu orang di Mekah adalah pengakuan terhadap Nabi Muhammad S.A.W yang lahir di kota Mekah.
4. Lagu Ya Molai
Yamolai, merupakan kata-kata diakhir kalimat lagu Salawat dulang yang ditujukan pada nabi Muhammad SAW, karena berkat safaatnya tukang Salawat dulang dapat menyampaikan cerita yang bersumberkan perjalanan hidupnya.
Kata-kata yang diucapkan pada akhir kalimat lagu setelah Yamolai, bertujuan hanya karena berkat limpahan rahmatNya tukang Salawat melakukan pertunjukkan. Disini tukang Salawat tidak mau berjalan sendiri. Ia memerlukan pelindung, petunjuk dalam menyampaikan sesuatu kepada sipenikmat, ya itu kepada Allah dan safaatnya kepada Nabi Muhammad S.A.W sekaligus ini merupakan pelajaran agar orang-orang yang mendengar supaya berbuat pula seperti itu kalau hendak mengerjakan suatu pekerjaan.
Kalimat demi kalimat yang terdapat dalam teks lagu Ya Maulai memiliki garapan teks syair dalam bentuk dakwah Islamiah. Di sini teks sebelumnya diulang kembali dengan garapan teks yang berbeda dari sebelumnya. Kata-kata penghormatan dimulai dari derajat yang paling tinggi sampai kepada yang rendah.
Dalam tingkat Ketuhanan disesuaikan dengan ajaran Islam bahwa tiada Tuhan yang lebih tinggi, lebih agung dan lebih mulia selain Allah. Sedangkan menurut tingkatan kemanusiaan dimulai dari orang yang paling tinggi derajatnya iaitu Muhammad S.A.W, kemudian ke pejabat utama dan Kepala Desa serta perangkatnya. Selanjutnya tingkatan kedudukan dalam Adat Minangkabau seperti ninik mamak (penghulu), serta alim ulama yang tertinggi dalam bidang Agama Islam dan kepada seluruh penonton.
Pada struktur lagu Ya Maulai ini, Tukang Salawat dulang telah melakukan pukulan motif ritme pada instrumen dulang yang berfungsi sebagai pengiring melodi lagu yang disajikan, sebagai berikut:
Allah la ilallah odenan de ya la ilallah lah de Ya Maulai odenan yo
O Nabi Muhammad odenan de ya Rasulullah lah de Ya Maulai odenan yo
Makna simbolis dari tanda Ya Maulai ialah penyandaran diri sepenuhnya kepada ajaran Islam yang telah dikembangkan Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah. Dasar inilah dalam teks lagu ini selalu diiringi dengan kata ‘Allah-Allah lailaaha illallah’ sebagai Tuhan yang disembah.
5. Lagu Cancang
Suatu istilah Minangkabau, berarti memisahkan sesuatu menjadi bagian-bagian kecil. Dalam Salawat dulang pada bagian lagu Cancang tukang Salawat telah masuk pada isi yaitu pengajian tentang agama Islam dari berbagai aspek secara mendetail. Pada bahagian lagu ini, tukang salawat membahas berbagai persoalan keagamaan dan persoalan kehidupan social budaya masyarakat Minangkabau. Disini tukang bsalawat membawakan lagu bebas yang disukai pemainnya. Selain itu, pemain salawat juga memilih lagu-lagu yang popular pada masanya, seperti lagu pop Minang, dangdut, Melayu dan lain sebagainya.
Salah satu teks yang berhubungan dengan masalah agama seperti buah pengajian tentang kejian “Nyawa”. Nyawa juga disebut rohani atau tubuh yang halus, nyawa yang bertubuh kasar dinamai “jasmani”. Ia bisa bergerak, melihat, berkata, mendengar dan merasa. Menurut ajaran agama Islam nyawa berasal dari nur Muhammad. Sebelum alam dijadikan Tuhan hanya “Nur” diciptakan Tuhan terlebih dahulu yang disebut Nur Muhammad, dari tetasan keringat nur terjadi nyawa (Alquran, surat akraf ayat 172), seperti teks berikut:
MINANG
INDONESIA
Nyawa dengan kulimah
Asalamualaikum kasidang basamo
Parkaro nyawa kakami baco
Dengan kulimah sangkuik nak nyato
Nak nyato nan lalok nak nyato nan jago
Na nyato nan lupo jo nan indak lupo
Rohani kok lalok siapo nan jago
Api kok padam kamano pulangnyo
Karano dikami sumarang sajo
Manyambuang suko disambuang suko
Namuah ditambah menambah jadi juo
Dengan insya Allah mudo kasadonyo
(Nyawa dengan kulimah
Assalamualaikum kesidang bersama
Perkara nyawa akan kami baca
Dengan kulimah nyata sangkutnya
Supaya nyata yang tidur dengan yang bangun
Supaya nyata yang lupa dengan tidak lupa
Rohani bila tidur siapa yang menjaga
Api kalau padam kemana pulangnya
Kalau begitu kami terserah saja
Menyambung suka disambung suka
Mau menambah ditambah jadi juga
Dengan insya Allah muda semuanya)
Indang Pariaman
Apabila dilihat pula kesenian indang, kesenian ini telah mengalami perubahan yang sangat berbeda dengan musik dikia rabano dan salawat dulang, yaitu tempat pertunjukannya tidak pernah lagi di surau, akan tetapi di laga-laga. Syair-syair yang dinyanyikan tidak hanya pada persoalan keagamaan, akan tetapi lebih banyak pada adat istiadat Minangkabau, sosial budaya, Bentuk teks yang dinyanyikan didominasi oleh bentuk pantun. Bentuk ini sangat cocok untuk sindir menyindir antar satu kelompok dengan kelompok lainnya. Bagi kelompok yang tidak mampu menjawab pertanyaan akan dianggap kalah dalam pertunjukan indang.
Pertunjukan indang lebih dikenal dengan baindang. Tradisi baindang selalu menyajikan tiga kelompokindang yang bertanding. Posisi tempat duduk ketiga kelompok tersebut membentuk segi tiga. Sajian ketiga kelompok ini disebut sapanaiak indang (satu kali sajian indang). Ketiga kelompok indang tersebut melaksanakan pentas selama dua malam berturut-turut. Masing-masing kelompok duduk bersila dan berderet dengan cara menghimpitkan paha kanan pada paha kiri temannya. Ketiga kelompok indangmelakukan tanya jawab atau sindir-menyindir tentang pelbagai macam persoalan yang terjadi saat pertunjukan berlangsung.
Sebagaiman telah disinggung pada bagian terdahulu, bahwa teks kesenian indang diciptakan oleh pemainnya secara spontan. Tokoh idola dalam menciptakan teks kesenian indang adalah tukang dikiedan tukang aliah. Kedua tokoh idola itu sangat pintar menciptakan kata-kata berirama untuk menyindir pihak lawan secara spontan. Di samping mengingat semua pertanyaan dan sindiran pihak lawan, tukang dikie dan tukang aliah juga mempersiapkan kata-kata untuk menjawab pertanyaan dan sindiran itu, dan tidak kalah pentingnya mengajukan pertanyaan kepada pihak lawan.
Jumlah anggota pada setiap kelompok Indang sebanyak delapan orang, satu orang sebagai tukang dikiedan tujuh orang sebagai anak indang (pemain). Dengan berkembangnya bentuk kesenian ini, maka berkembang pula struktur keanggotaanya. Jumlah anggota indang sekarang dapat mencapai dua puluh dua orang dengan struktur satu orang sebagai tukang dikie, selebihnya sebagai anak indang. iaitu tukang aliah, tukang apik, tukang pangga, dan tukang palang.
Tukang Dikia adalah pendendang yang tugasnya menyampaikan nasik, radaik berupa pantun, syair, prosa liris, dan sebagainya yang diajukan kepada salah satu atau kedua tukang dikia grup peserta indang lainnya. Tukang dikia juga sebagai jabatan tertinggi dalam indang, biasanya orangnya lebih berpengalaman dan usia lebih tinggi dari anak indang.
Tukang aliah, disebut juga tukang karang, kerana dia adalah pembantu utama tukang dikie dalam mengarang syair dan pantun untuk menyindir, menanya, dan menjawab pertanyaan yang diajukan olehtukang aliah pihak lawan. Pantun dan syair yang dibawakan tukang aliah ini diikuti oleh anggotanya secara bersama-sama. Selain itu juga bertugas memulai dan mengakhiri pertunjukan, menentukan pola tabuhan rapa’i, menentukan arah gerak tari, serta peralihan lagu. Posisi duduk dari tukang aliah ini adalah paling tengah dari susunan anak indang.
Tukang apik, terdiri dari dua orang yang mengapit kedudukan tukang aliah kesenian indang. Satu orang di antaranya bertugas meningkah atau memberi variasi bunyi rapa’i yang ditabuh tukang aliah, sedangkan satu orang lagi bertugas menabuh rapa’i dengan pola yang berbeda dari tukang apikpertama.
Tukang pangga, terdiri dari dua orang atau tiga orang yang duduk di sebelah kiri tukang apik bagian paling kiri, dan di kanan tukang apik sebelah kanan. Tukang pangga biasanya terdiri dari remaja-remaja berumur kurang lebih 12 sampai 17 tahun. Mereka adalah pemanis (memperindah) susunan anakindang lainnya, dan biasanya juga disebut predikat bungo nan salapan (bunga yang delapan). Pola tabuhan rapa’i sama dengan pola tabuhan tukang apik kedua.
Tukang palang, terdiri dari beberapa orang anak-anak berumur antara 7 sampai dengan 12 tahun. Mereka adalah generasi penerus indang. Mula-mula sebagai pengikut dan lama kelamaan meningkat pada tingkat lebih tinggi. Mereka duduk paling ujung dalam bermain indang. Pola tabuhan rapa’i sama dengan pola tabuhan tukang apik kedua.
Alat musik yang dipergunakan dalam pertunjukan Indang adalah rapa’i. Bentuk badan rapa’i sama dengan bentuk rabana, iaitu satu sisi tertutup dengan kulit dengan garis tengah kira-kira 17,5 cm sampai dengan 22,5 cm. Sisi lainnya tidak tertutup dengan kulit, garis tengahnya kira-kira 14 cm. Tinggi atau tebalrapa’i sekitar 6 cm. Kayu yang digunakan sebagai kerangka instrumen rapa’i adalah kayu nangka. Kayu dipotong-potong dengan gergaji sesuai dengan keperluan. Pembuatannya secara tradisional, iaitu dengan melubangi kayu nangka, baik bahagian atas mahupun bahagian bawahnya, sehingga kelihatan polos. Kemudian bahagian atasnya ditutup dengan kulit sebagai sumber suara.
Teks tertua yang disajikan pemain indang lebih dikenal dengan istilah radat. Radat adalah suatu paket teks berisi tentang gambaran visi dan misi dari setiap grup indang. Penyajian teks radat adalah berbentuk prosa lirik yang dilakukan oleh tukang dikie. Ketika tukang dikie menyanyikan teks, anakindang bersikap duduk merebahkan kepala pada bahu temannya (sama seperti tukang dikie menyajikan teks nasib pada indang naiak).
Teks radat termasuk teks wajib dipahami dan dihafalkan oleh setiap grup indang. Teks ini biasanya memiliki kesamaan dengan beberapa grup indang yang berasal dari guguih atau aliran yang sama pula.Radat biasanya disampaikan dalam lagu Alilarao. Teks lagu yang disampaikan pada lagu ini juga menyampaikan tentang kisah para ulama mengembangkan agama Islam hingga sampai ke Pariaman dan berkembang lebih luas di Minangkabau, kisah tentang nabi (Adam dan Muhammad), dan suasana Pariaman atau Minangkabau sebelum masuknya agama Islam. Kemudian dalam perkembangannya ada pula teks radat yang diambil dari cerita-cerita yang terdapat dalam tambo Minangkabau yang kaya dengan unsur simbolik dan kiasan.
Radat disampaikan dalam bentuk prosa lirik. Walaupun demikian, ada juga yang menyebut teks radatdengan istilah teks nasib, karena teks nasib ini juga terdiri dari pelajaran-pelajaran yang disampaikan oleh pemain indang pada zaman surau. Artinya pelajaran yang disajikan oleh guru, dan kemudian dinyanyikan oleh tukang dikie bersama anak indang.
Contoh Teks radat Sejarah Indang
BAHASA MINANG
BAHASA INDONESIA
Dimulai dengan bismillah,
diakhiri dengan alhamdulillah,
tetap memuji kapado Allah,
jo hati suci muko nan jilah
Shalawat dan salam ateh Muhammad,
rasul pilihan buliah rahmat,
lahir batin tompangan umat,
dari dunia sampai akhirat,
Sahabat dan alim samo di dalam,
demikian tabiat ikutan salam,
manarangkan jalan mano nan kalam,
supayo umaik jangan tinggalam,
Demikian juo kalipah dan wali,
para ulama pawarih nabi,
manurut caro tiok nagari,
syeh Abdulkadir urang jailani,
sabaleh sahabat nan maikuti,
mangambangkan agamo dengan rapai’i.
Assalamu’alaikum kapado sidang,
nan alah hadir mandanga indang,
nan jauah kok alah datang,
alah berami-rami katampek sekarang,
lapiak pulo alah takambang,
sagalo lampu alah pulo terang,
niniak jo mamak pandai batenggang,
kami baindang baru ka gadang,
kok salah buang sajo ka balakang,
nan sanganang hati anak indang,
Manolah sanak urang nan rami,
Kok nan tuo-tuo kurang tapamuliahi,
Kok nan ketek kurang takasihi,
Nan samo gadang kurang tapagauli,
Rila jo maaf kami bari,
Dimulai dengan bismillah,
diakhiri dengan alhamdulillah,
tetap memuji kepada Allah,
dengan hati yang suci muka yang jernih,
Salawat beriring salam kepada Muhammad,
rasul pilihan yang dapat rahmat,
lahir dan batin sebagai tompangan umat,
dari dunia
Wahai saudara yang sudah ramai,
jika yang tua-tua kurang terhormati,
jika yang kecil kurang dikasihi,
jika yang sama besar kurang terpergauli,entah terlintas entah terbelakangi,
rela dengan maaf kami hendaklah diberi,
Contoh Teks Radat Mengaji Sifat Tuhan
Di bawah ini dipaparkan contoh Lima Sifat Tuhan yang dinyanyikan dalam kajian sifat Tuhan Nan Dua Puluh oleh jemaah tarekat Syattariyah yang menjadi asas kemunculan persembahan Indang pariamandalam fenomena budaya itu.
Wujud: Allah Ta’ala ada, mustahil tidak ada, keberadaan Allah Ta’ala itu ada selama-lamanya. Teks yang disajikan adalah:
Sifaik duopuluah pertamu wujud (sifat Tuhan yang pertama adalah wujud)
Siang jo malam handaklah sabuik (siang dengan malam hendaklah disebut)
Lahia jo batin nan dimukasuik (lahir dan batin yang dimaksud)
Sagalo kalakuan disinan maujud (segala kelakukan d isana berwujud)
Baqa: Allah Ta’ala kekal, mustahil tidak kekal, melainkan Allah Ta’ala kekal selama-lamanya. Teks yang dinyanyikan sebagai berikut:
Kaduo itu sifaiknyo baqa (sifat kedua adalah kekal)
Kamano bajalan sananglah aka (ke mana berjalan senanglah akal)
Indak kurang barang jo aka (tidak kurang dengan akal)
Itulah parahu nan amaik kaka (itulah pegangan yang amat kekal)
Qidam: Allah Ta’ala telah siap sedia, mustahil hanya sementara, kerana Allah Ta’ala siap sedia selama-lamanya. Teks nyanyian seperti berikut:
Katigo itu sifatnyo qidam (Ketiga itu sifatnya qidam)
Sagalo barang ado di dalam (segala-galanya ada di dalam)
Lahia jo batin ado di dalam (lahir dan batin ada di dalam)
Amalan barmacam-macam (amalan bermacam-macam)
Muqalifatullilhawadist: berlainan dengan segala yang baru, maka mustahil Allah Ta’ala mempunyai yang baru. Teks nyanyian sebagai berikut:
Kaampek sifatnyomuqalifatulilhawadis (Keempat sifat muqalifatulilhawadis)
Diri umpamo parahu satiok hari (diri umpama perahu setiap hari)
Panuah muatan sagalo jenis (penuh muatan segala jenis)
Saketek indak bacampua najis (sedikit tidak bercampur najis)
Qiyamuhubinafsihi; Allah Ta’ala berdiri sendiri, mustahil bergantung pada yang lain. Teks syair yang dinyanyikan seperti berikut:
Kalimo itu Qiyamuhubinafsihi (Kelima itu qiyamuhubinafsihi)
Balaia kappa kalauik jadi (belayar kapal ke laut jadi)
Dibao angin kamao pai (di bawa angin kemana pergi)
Kabasaran Allah Tuhan Illahi (kebesaran Allah Tuhan Illahi)
Demikian contoh lima sifat Tuhan yang dinyanyikan dalam kajian sifat Tuhan Nan Dua Puluh oleh jemaah tarekat Syattariah, termasuk sebagai materi pokok pada persembahan Indang pariaman dalam fenomena budaya surau.
Pekermbangan kesenian Indang semenjak periode tahun 1980-an memperliahkatkan kepada pengaruh budaya modern. Hal ini amat terlihat dengan banyak lagu-lagu yang popular pada masyanya dengan teks atau permasalahan yangdisampaikan juga berkembang. Ikatan-ikatan estetis antara elemen-elemen tradisional dengan kebudayaan baru menuju budaya populer yang moderen bagaikan peristiwa perlawanan budaya yang sulit diantisipasi. Pengadopsian lagu-lagu baru dan peristiwa yang aktual merupakan bahagian penting dalam pertunjukan kesenian bernuansa Islam Minangkabau hari ini. Fenomena ini terlihat dengan semakin banyaknya kelompok kesenian bernuansa Islam memasukkan lagu-lagu dan syair-syair baru yang ngetop masa kini, dan popular dalam pandangan masyarakat hari ini, terutama generasi muda. Semuanya itu bertujuan untuk menyesuaikan dengan minat masyarakat penikmat yang baru pula.
Kemudian, secara kuantitas kesenian bernuansa Islam pengaruh budaya popular sudah mampu mengambil tempat yang lebih besar dalam pertunjukannya. Kesenian ini tidak hanya dipersembahkan di wilayah budaya Minangkabau saja, tapi lebih dari itu sudah ada yang ditampilkan di daerah-darerah lain dalam berbagai konteks di luar Sumatera Barat, seperti Jakarta, Pekanbaru, Medan dan lain sebagainya. Maknanya, kesenian bernuansa Islam popular tidak hanya untuk keperluan pertunjukan dalam lingkungan adat Minangkabau dan agama Islam saja, akan tetapi juga dapat dipersembahkan di luar konteks tersebut, seperti untuk kepentingan hajatan keluarga, pemerintah, dan kepentingan hiburan lainnya.
Fenomena lainnya adalah menjadikan kesenian bernuansa Islam yang berorientasi pada pasar, yaitu kesenian bernuansa Islam yang bertujuan kepada minat orang ramai. Seniman membuat aspek musikal kesenian bernuansa Islam dengan mengambil lagu-lagu yang moderen “ngetop” masa kini, sepertidangdut dan pop daerah, sehingga seniman yang bertujuan untuk pasar ini seakan mempunyai semboyan “makin banyak peminatnya makin besar peluang pasarnya”.
Tidak hanya itu, dewasa ini kesenian bernuansa Islam (Salawat dan Indang Pariaman) gaya popular juga sudah ada yang digarap oleh seniman untuk kepentingan komersial. Di sini kesenian bernuansa Islam sengaja dikemas untuk selera peminatnya yang baru, dengan sendirinya garapannya disesuaikan dengan minat komsumen masa kini. Di sini muncul penggarapan bentuk pertunjukan, pola lantai, gerak, stuktur musik, dan lagu-lagu yang dibawakan, agar generasi muda yang menikmati juga merasa puas menyaksikan kesenian bernuansa Islam ini.
Apabila dibandingkan antara kesenian bernuansa Islam pengaruh budaya rakyat pengaruh popular dan kesenian bernuansa Islam sebagai kesenian surau, tampak jelas perbedaan mendasar dan cenderung ke arah pendegradasian substansi kesenian bernuansa Islam itu sendiri. Walaupun telah terjadi berbagai alternatif pengembangan kesenian bernuansa Islam ke arah pasar dan seni popular dewasa ini, namun suatu hal yang menggembirakan adalah masih adanya jenis kesenian bernuansa Islam yang kekal mempertahankan nilai-nilai keislaman, walaupun sudah dipengaruhi oleh budaya popular. Hingga hari ini, masyarakat Minangkabau masih antusias menyaksikan kesenian bernuansa Islam yang dipersembahkan di surau dan kesenian bernuansa Islam dalam konteks budaya rakyat.
Dalam perkembangan berikutnya, lagu-lagu Indang Pariaman sudah banyak juga dijadikan sebagai lagu pop Pariaman dengan penyanyinya seniamn-seniman Indang. Artinya, lagu-lagu Indang Pariaman sudah dijadikan sebagai lagu komersial yang diiringi dengan campuran music traadisi Minang dan Barat . Umumnya lagu-lagu itu cukup diminati banyak orang. Tokoh Indang yang mengembangkan dirinya ke dunia komersila seperti Syoyan Efendi yang lebih dikenal dengan Pian Indng. Berikut dapat dilihat lagu Pian Indang berikut:
Judul : Parasaian
Penyanyi : Pian Indang
Cipta : Pian Indang
Produksi : Sinar Padang
Album : The Best Indang Modern
Ohoooi iduik dirantau jan di sangko sanang
Iduiklah dirantau jan di sangko sanang
Pagi – pagi bana lah manjunjuang karuang
Pagi – pagi bana lah manjunjuang karuang
Dikaki limo lah galeh dikambang
Dikaki limo lah galeh dikambang
Co do Iko bana mangurehkan untuang
Aaa… mangurehkan untuang
Oh oo oi galeh takambang hujanglah tibo
galeh takambang hujanglah tibo
duduak tamanuang sibadan diri
duduak tamanuang sibadan diri
disangko lai doh galeh balabo
disangko lai… galeh balabo
kironyo lah indak bajua bali
aaa… bajua bali
oh ooo oi dicubo pulo baraja manjaik
dicubo pulo baraja manjaik
untuang tabukaklah pintu razaki
untuang tabukaklah pintu razaki
awaklah pandai doh jaik tan sarik
awaklah pandai doh jaik tan sarik
urang bakaja lah ka kompeksi
aaa.. lah ka kompeksi
Lagu pop ini bersumber dari lagu Indang Pariaman, hanya saja lirik atau kata-kata yang disampaikan merupakan gambaran parasaian seorang pedagang diperantauan, berbagai cobaan banyak yang datang. Walaupun demikian harus dilewati dan dijalankan.
Dewasa ini, banyak lagu-lagu Indang yang menjadi sumber penciptaan lagu-lagu pop Minang. Walaupun demikian, kesenian Indang Pariaman tetap berkembang seiring dengan perkembangan lagu-lagu yang berkembang masa kini Minang, maka ketika seniman tersebut akan mengadakan pertunjukan dalam konteks berbagai pesta rakyat selalu ditunggu masyarakat kehadirannya. Kini, pertunjukan kesenian Indang dipeerkaya oleh lagu-lagu lain untuk penyemarak Indang tradisional tersebut. Sehingga hari ini, generasi muda pemain Indang cukup berkembang dan menggembirakan masa depan yang menjanjikan, karena rata-rata pemain Indang tradisi didominasi oleh remaja-remaja.
Penutup
Berdasarkan huraian di atas, kesenian bernuansa Islam yang berasal dari surau yang kemudian menjadi kesenian rakyat, menunjukkan bahawa kesenian bernuansa Islam bukanlah kesenian yang kaku, melainkan kesenian yang hidup senafas dengan tradisi-tradisinya yang luas. Di dalamnya terdapat unsur-unsur konserpatif yang kuat dan bertahan, dan unsur-unsur progresif yang dapat mengembangkan diri daripada cerminan alam yang selalu berubah mengikuti perubahan masa.
Dalam penerimaan unsur-unsur baru selalu berpedoman pada nan elok dipakai, nan buruak dibuangatau yang baik dipakai yang buruk di buang. perkara ini sesuai dengan konsep perubahan menurut adat Minangkabau yang berbunyi: Usang-usang diperbaharui, lapuk-lapuk dikajangi, nan elok dipakai nan buruak dibuang, ko singkek diuleh, panjang mintak dikarek nan, umpang minta disisik (usang-usang diperbaharui, lapuk-lapuk diperbaiki, yang baik dipakai, yang buruk dibuang, jika pendek disambung, panjang minta dipotong, jika kurang minta disisik (dirambal).
sampai akhirat,
Sahabat dan alim ulama sama di dalam,
demikian tabiat ikutan salam,
yang telah menerangkan jalan mana yang kelam,
supaya umat jangan tenggelam,
Demikian juga salam buat kulipah dan para wali,
para ulama pewaris nabi,
menurut cara tiap negeri,
syeh Abdulkadir orang Jailani,
sebelah sahabat yang sudah mengikuti,
mengembangkan agama dengan rapa’i.
Assalamu’alaikum kepada sidang (hadirin),
yang telah hadir mendengarkan indang,
yang sudah beramai-ramai ke tempat sekarang,
tikar tempat duduk juga sudah terkembang,
lampu-lampu juga sudah terang,
ninik dengan mamak yang pandai bertenggang,
kami berindang baru mulai gadang (besar),
kok salah kata buang saja ke belakang,
supaya senang hati anak-anak indang,