Notice: Constant DATE_RFC7231 already defined in /home/tikarori/lpsn.org/includes/bootstrap.inc on line 258
Membaca Komik dan Menonton Pertunjukan Wayang | LPSN

Membaca Komik dan Menonton Pertunjukan Wayang

Makalah untuk Para Siswa
Acara pertunjukan wayang golek Dalang Apep Hudaya
di Taman Budaya Jawa Barat, Bandung, tgl. 17 Maret 2013
oleh: Madoka Fukuoka (Osaka University)

Dalam kesempatan hari ini, saya akan bicara tentang hugungan antara kesenian wayang dengan komik wayang. Pertunjukan wayang golek kali ini merupakan juga sebagai suatu bagian dalam proyek penelitian mengenai hubungan seni pertunjukan tradisi dan kesenian massa, dan saya bisa dapat bantuan dan kerjasama dengan Yayasan Tikar Budaya untuk pertunjukan wayang ini. Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Endo Suanda sebagai pimpinan Yayasan Tikar Budaya, kepada Ibu Nenden Rosdiana sebagai Kepala Balai Pengelolaan Taman Budaya Bandung, kepada Bapak Nunung Sobari sebagai Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat, Bapak Acep Jamhuri sebagai Kepala Dinas Kabupaten Krawang, dan juga kepada Bapak Apep Hudaya sebagai dalang di dalam acara hari ini. Dan juga saya ingin sampaikan banyak terima kasih kepada semua siswa–siswa dan guru dari berbagai sekolah, serta semua penonton yang hadir dalam acara wayang golek hari ini.

Pertama mungkin saya kira perlu menjelaskan mengapa saya berminat pada wayang dan komik. Pada tahun 1988 sampai 1990 saya dan suami saya  tinggal di Bandung dan belajar kesenian Sunda di ASTI Bandung (sekarang menjadi STSI Bandung). Sambil belajar berbagai jenis seni tari Sunda, saya juga mendapat beberapa kesempatan nonton pertunjukan wayang golek di sekitar Bandung dan juga beberapa kali nonton wayang kulit di Cirebon, di mana saya belajar kesenian topeng. Pertunjukan wayang sangat menarik bagi kami walaupun saya kurang mengerti bahasanya dan ceritanya.

Dan saya mulai tertarik juga kisah-kisah Hindu seperti Ramayana dan Mahabarata sebagai sumbernya cerita wayang (khususnya wayang purwa) dan juga sumbernya beberapa jenis tarian yang saya pelajari waktu itu. Terutama dalam proses saya mempelajari ceritanya, timbul beberapa pertanyaan. Dalam suatu pertunjukan wayang, biasanya yang dimainkan itu hanya satu lakon atau satu episode, sedangkan penonton wayang rupanya sudah tahu seluruh ceritanya kisah-kisah Hindu. Saya agak heran juga mengapa mereka bisa tahu seluruh ceritanya.

Saya melemparkan pertanyaan tersebut kepada beberapa seniman pada waktu itu. Jawaban mereka menarik sekali. Pertama, mereka bisa tahu seluruh ceritanya kisah-kisah Hindu dari berbagai cara atau media. Selain sering nonton pertunjukan wayang, mereka bisa tahu ceritanya dari tulisan buku. Kedua, cerita dari orang tua. Ini saya dengar dari Bapak Ajip Rosidi sebagai sastrawan Sunda. Sambil nonton wayang atau pulang dari pertunjukan Bapak Ajip suka mendengar cerita tentang tokoh-tokoh utama dalam lakon malam itu dari kakeknya. Ketiga, jawaban yang agak menarik adalah banyak orang mengatakan bahwa mereka bisa tahu seluruh ceritanya kisah-kisah Hindu dari komik. Pada umumnya, mereka suka membaca komik itu sekitar tahun 1960-an sampai 1980-an. Bapak Nano S. almarhum sebagai komponis Sunda menceritakan pada saya bahwa sekitar tahun 60-an dan 70-an orang lebih suka menyewa buku-buku atau komik–komik dari pada membeli. Penyewaan buku itu merupakan pekerjaan populer pada waktu itu. Pak Nano mengatakan bahwa daya membaca orang Indonesia pada zaman itu juga sangat tinggi.

Saya mulai mencari informasi tentang komik wayang itu sambil memcari buku komiknya, dan setelah ketemu dengan bukunya mencoba menganalisa isi ceritanya. Ada banyak pencipta komik wayang, dan yang sangat populer adalah Bapak R.A. Kosasih, yang lahir pada tahun 1919, dan Pak Kosasih sayangnya baru meninggal pada bulan Juli 2012, pada usia 93 tahun. Kebetulan saya bisa bertemu dengan Bapak Kosasih dan sempat wawancara di rumahnya yang ada di Serang pada tahun 2009 dan 2012.

Bapak Kosasih menciptakan karya seri Ramayana dan Mahabarta dalam versinya yang sangat original. Maksud “original” di sini, memang berdasarkan versi India tetapi terdapat juga banyak unsur-unsur cerita wayang dan juga kreasi dia sendiri. Komiknya ditulis dalam bahasa Indonesia dan gambar-gambar tokohnya mendapat pengaruh dari wayang. Misalnya kostumtokoh-tokohnya diambil dari kostum wayang orang di daerah Jawa Barat. Dan juga menurut Bapak GM Sudarta cartoonist dari surat kabar Kompas, gambar tokoh yang suka menghadap ke samping atau agak miring itu juga ada pengaruh dari pertunjukan wayang. Jadi kadan-kadang gambarnya kelihatan persis seperti kita melihat panggung wayang. Saya membawa contoh gambarnya, nanti silahkan mencoba melihatnya.

Singkatnya, sumber ceritanya ia ambil dari buku-buku yaitu terjemahan kisah-kisah Hindu dalam bahasa Indonesia, dan juga dari pertunjukan wayang golek, wayang kulit atau wayang orang. Bapak Kosasih pada waktu itu tinggal di daerah Bogor tetapi beliau bisa tahu berbagai jenis wayang dan berbagai versi ceritanya dari banyak dalang.

Sekarang saya punya pertanyaan untuk Anda sekalian, mengenai Bapak Kosasih yang tinggal di Bogor bisa mengetahui banyak pertunjukan wayang berbagai dalang, seperti Bapak Partasuanda, Bapak A. Sunarya (ayahnya pak Asep) bahkan dalang–dalang di Jawa tengah seperti Bapak Nartosabdo dsb. Bagaimana atau melalui media apa beliau bisa tahu pertunjukan mereka ? Sekarang mohon mencoba memilih.

  1. dari siaran TV
  2. dari siaran radio
  3. melalui Youtube

Saya memberi sedikit petunjuk. Bapak kosasih yang lahir tahun 1919 bergiat mencipatakan karyanya sekitar 1950-an sampai sekitar 70-an. Media apa yang dominan pada zaman itu?

Jawaban yang benar adalah nomor 2, radio. Karena, TV mulai popular di Indonesia sekitar ahkir tahun 1970-an. Dan akses Youtube belum ada pada waktu itu. Bapak Kosasih sering mendengar program pertunjukan wayang melalui radio RRI, hingga bisa tahu juga sampai versi cerita di Jawa tengah. Seperti nanti Anda pasti bisa tahu dari pertunjukan pak Apep Hudaya bahwa para dalang wayang selalu menginterpretasikan cerita atau permainannya dalam proses mewariskan  kemampuan mereka. Kesenian wayang memang bisa lanjut sampai masa kini dengan daya kreativitasnya para dalang-dalang. Kalau kita membaca komik wayang, atau menonton wayang, di sana terdapat juga banyak interpretasi yang baru, baik oleh para dalang maupun oleh penciptanya sendiri.    

Berdasarkan informasi dari buku-buku atau dari pertunjukan wayang, Bapak Kosasih membuat versi cerita yang sangat original dan menarik. Komik Pak Kosasih juga mudah (tidak terlalu sulit) dimengerti oleh anak-anak sebagai pembaca utamanya. Makanya komik itu bisa menjadi bacaan di dalam keluarga. Karyanya tersebar di pulau Jawa dan Bali dan dapat banyak pembacanya termasuk para dalang wayang juga. Makanya pada waktu itu komik dengan pertunjukan wayang mempunyai hubungan yang erat sekali.

Pada masa sekarang buku-buku komik yang ada di Indonesia kebanyakan komik dari luar negeri seperti dari Jepang, dan kita jarang ketemu dengan komik produksi Indonesia. Tetapi seperti saya sampaikan, komik Indonesia mengenai wayang pernah sangat populer. Kalau ada kesempatan, mohon Anda mencoba membaca komik wayang itu. Dan mudah-mudahan Anda bisa tahu tentang sumber ceritanya dalam pertunjukan wayang.

Dalam kesempatan hari ini, saya hanya bisa bicara sedikit tentang komik. Tetapi untuk mengetahui seni pertunjukan wayang pasti perlu tahu juga banyak hal yang lain. Untuk tahu ceritanya saja perlu membaca buku-buku dan dengar cerita dari orang lain dsb. Lalu ada juga hal-hal yang lain misalnya tentang Bapak dalangnya, cara permainan bonekanya dan pembicaraan dalam pertunjukannya bagaimana, dan juga pak dalangnya bagaimana belajar kemampuan sebagai seniman. Ada juga hal-hal yang lain seperti tentang karawitan, gamelan, sinden, alok, nyanian dsb. Saya harap Anda sekalian bisa dapat banyak pengetahuan tentang seni pertunjukan wayang.

Karena kalau mempunyai pengetahuan, kita semakin bisa menikmati dan mencintai seni pertunjukan. Unsur yang penting dalam melestarikan seni pertunjukan bukan hanya masalah keuangan. Kalau ada dana untuk pelestarian kesenian itu memang baik, tapi kalau tidak ada yang meneruskan kemampuannya, atau kalau tidak ada penonton atau masyarakat yang bisa menikmati, bagaimana bisa seni pertunjukan dilanjutkan? Yang penting ada penonton atau masyarakat yang mempunyai pengetahuan tentang kesenian dan bisa mencintai dan menikmati kemampuan senimannya dalam pertunjukan.

Yayasan Tikar Budaya sedang mencoba beberapa kegiatan untuk memelihara masyarakat yang berpengetahuan tentang budaya. Saya sebagai  orang Jepang, dan juga sebagai seorang pecinta kesenian Sunda, merasa kegiatan ini sangat berarti. Di Jepang juga pelestarian seni budaya itu kadang-kadang menghadapi masalah. Misalnya di daerah Osaka yang saya tinggal ada jenis kesenian yang bernama “Bunraku”, permainan boneka juga. Pada bulan Mei tahun 2012 wali Kota Osaka mengadakan pemotongan sebagian dana untuk pelestarian kesenian “Bunraku”. Maka terjadi polemik, dan banyak orang berdebat tentang masalah itu. Orang-orang yang menentang terhadap keputusan itu mengatakan bahwa orang Osaka perlu sering nonton “Bunraku” untuk mengetahui mutunya jenis kesenian tersebut. Sekarang orang Osaka yang suka nonton “Bunraku” itu makin sedikit, bahkan ada juga orang Osaka yang tidak pernah nonton “Bunraku” termasuk Wali Kotanya sendiri.

Saya kira Anda sekalian, para siswa, adalah calon penonton yang penting sekali untuk masa depan. Jadi saya harap semoga Anda bisa mendapat banyak pengetahuan tentang seni budaya termasuk wayang golek dan selalu bisa menikmati berbagai seni budaya yang ada di daerah Sunda.

 

Terima kasih  (Hatur nuhun)

Madoka Fukuoka, Universitas Osaka, Jepang

Email: mfukuoka@hus.osaka-u.ac.jp

Share: 

Zircon - This is a contributing Drupal Theme
Design by WeebPal.